Menikmati Putri Mandi di Pasar Kebon Watu Gede Magelang
Menikmati Putri Mandi di Pasar Kebon Watu Gede Magelang - Pagi-pagi buta sudah harus berkemas, ekh tapi nggak buta banget. Sekitar Jam 05.30 WIB. Masih pagi juga sih, soalnya bareng sama anak-anak sekolah juga. Itung-itung berangkat pagi, membersamai anak-anak sekolah dengan wajah-wajah semangat di pagi hari.
Menularkan semangat kepada saya, Jogja – Magelang saya tempuh di pagi itu, tepatnya menuju ke Pasar Kebon Watu Gede.
Jalan masih cukup lengang, kecepatan motor saya-pun terpampang di speedometer pada angka sekitar 80-90 km/jam.
Cukup dengan waktu sekitar 45 menit, saya sampai di Pusat Kota Magelang. Tapi sayang, pagi itu Alun-alun ditutup, entah ada acara apa, sepertinya Car Free Day, karena pas hari Minggu.
Saya-pun berhenti di depan sebuah bangunan tua bersejarah, bertuliskan “Kweek school Voor”. Menunggu blogger kece, evazahra.com. Sebenarnya rencana main ke Pasar WatuGede emang sudah kami direncanakan 2 minggu sebelumnya.
Selang beberapa menit, Blogger kece itu-pun datang. Berangkatlah kita, melewati jalan yang cukup curam berlandaskan cor-coran. Perlu ekstra ke-hati-hatian, jalan menuju Pasar Watu Gede-nya juga cukup menanjak dan berkelok.
Perjalanannya asyik, jalanan naik turun, harus fokus. Meski jalan butuh fokus yang tinggi, tetap mata saya tidak bisa fokus. Lah gimana mau fokus, lha wong disajikan udara persawahan yang sejuk sekaligus Gunung yang mencerahkan pandangan mata saya.
Tapi, ternyata Blogger kece Magelang tersebut juga baru sekali ini. Sungguh terlalu! Hahaha… Makanya, untuk sampai di lokasi kami mesti melakukan aktivitas dengan warga dipinggir jalan, yakni dengan GPS (Gunakan Penduduk Sekitar).
Alhamdulillah, saat itu cuma sekali bertanya. Oh ya, kita sudah menggunakan GPS miliknya Eyang Google, tapi ngacau. Soalnya tidak terdeteksi secara benar, entah karena Hape yang jadul, atau emang sinyalnya, atau kayaknya sih Gmaps belum pernah main ke Pasar Watu Gede kali ya? Hehehee….
Silahkan Baca : 3 Ruangan yang bikin Merinding di Museum Jenderal Soedirman, Magelang
Arahnya ya, kalau dari arah Magelang Kota, Terminal Bandongan belok ke kanan. Setelah itu tinggal lempeng saja. Pasarnya ada dipinggir jalan raya kok. Bukan pasarnya dink, tapi parkirannya. Disitulah, Kami-pun memarkirkan sepeda motor. Saat keluar dari Parkiran, saya langsung dibuat takjub.
Untuk menuju Lokasi, kami harus berjalan sekitar 500 meter, ditengah pematang sawah. Panas tapi tidak terasa panasnya Sinar Matahari. Itu dikarenakan, tepian jalan banyak ornamennya, dengan ditanami bunga-bunga segar, gubug-gubug kecil untuk istirahat. Serta yang dicari oleh pecinta selfie adalah adanya spot-spot foto selfie yang sengaja dibuat. Ada yang bentuk rumah, sayap burung, atau sebatas gardu pandang dengan background pohon pisang.
Cukup bisa mengalihkan pikiran dari keluhan akan terik panas sinar Matahari. Setelah melewati terowongan bambu, saya berhenti, menatap kearah sebelah kanan, kearah jam 2. Sebuah Gunung dengan gagahnya, seakan menyapa dengan senyuman, sambil berbisik ditelinga saya. “Ayoo Yog, aku sudah berpose, keluarin kameranya.. “. Hehee…
Tanpa mikir lama, saya foto itu Gunung sebagai kenang-kenangan. Ternyata posenya ciyamix juga. Nah dibawah ini merupakan foto gunung yang saya abadikan.
Pertama kali yang harus dilakukan saat sampai di Pasar Kebon Watu Gede adalah foto di depan pintu masuk. Hehe, atau ditempat selfie yang sudah disediakan. Baru kemudian menukarkan Uang rupiah, dengan mata uang yang sah di Pasar Watu Gede, yakni Benggol. Terbuat dari kayu bertuliskan, “Pasar Kebon Watu Gede”. Seperti foto dibawah ini
Satu keping Benggol nilainya Rp 2.000. Nih ya, saya kasih saran, kalau kamu irit dalam hal makan alias gampang kenyang, tukarkan 20-30 ribu saja. Soalnya kemaren saya menukarkan 30 ribu, masih sisa cukup banyak. Sudah terlihat tho, kalau saya kurang doyan makan.
Sebenarnya bukan itu, tapi makanannya itu mengenyangkan semua. Kebanyakan dari singkong dan sejenisnya. Jadi, kalau yang lagi berusaha diet makan, sebaiknya jangan kesini, bisa jadi akan sia-sia usaha keras diet makanmu. Pokoknya sungguh menggoda. Hehehe
Ada banyak kuliner tradisional yang bisa disantap dengan harga kisaran 1-5 benggol saja. Jajanan yang mungkin sudah jarang bisa ditemukan, dan mata saya-pun langsung tertuju pada makanan bersantan, “putri mandi” namanya. Terbuat dari Singkong dengan santan sebagai campurannya. Rasanya bener-bener enak tenan Cah!
Putrinya berbentuk bulat sebesar bola bekel, dapat 2 butir, yang kemudian diceburkan dalam kolam santan. Kolamnya sendiri terbuat dari daun pisang yang dipincuk. Bukan dengan menggunakan mangkok atau piring. Karena namanya saya jadi penasaran. Rasanya sendiri, enak, manis, dan gurih karena bercampur santan. Kalau tidak percaya bisa dicoba sendiri deh!
Pokoknya jajanannya enak-enak, disana saya mencicipi tadi itu Putri Mandi, terus getuk pelangi, pecel, jus jambu, dan lainnya. Bahkan sampai saya kenyang, benggol belum habis. Ya, akhirnya saya bawa pulang, untuk di pakai diminggu yang selanjutnya.
Oh ya, ini bagian yang penting, sehingga bisa menjadi pembelajaran yang penting, bagi daerah-daerah yang berencana membuat Pasar yang serupa. Dari segi pengelolaan sangatlah vital. Di Pasar Watu Gede ini, saya dibuat kagum, dan “kereennn” (yang terucap dimulut), dengan sistem pengelolaannya.
Semua sudah ada teamnya masing-masing, misal dibagian penukaran Mata Uangnya itu sudah tertata, dan tidak hanya satu orang. Kemudian dibagian pedagangnya, seragam semua, memakai kebaya dan memakai jarit batik.
Silahkan Baca : Rafting Alias Arung Jeram Di Sungai Elo, Rasakan Sensasinya
Dari segi makanan juga enak, seperti ada kualifikasi sendiri untuk makanan yang dicanangkan pengelola untuk para pedagang, yakni kualitas rasa kudu dipertahankan. Tapi yang jelas, enak-enak. Jadi siapkan lambung cadangan saja jika akan berkunjung ke Pasar Kebon Watu Gede. Hehehe..
Bukan hanya itu, pedagang bener-bener fokus berdagang, jika ada gelas atau piring yang butuh dicuci, akan ada bagian sendiri yang mengambil dan kemudian diserahkan pada team pencuci. Setelah dicuci diantarkan kembali ke pedagangnya. Begitu terus selama pasar berlangsung.
Ada banyak tenaga yang diserap, sehingga kerja jadi semakin ringan serta tertata.
Lokasi Pasar kebon Watu Gede tidaklah sulit untuk dicapai, masih ditepi jalan raya juga. Diatas juga sudah sempat saya bahas. Lokasinya berada di Desa Sidorejo, Bandongan, Magelang, Jawa Tengah. Cukup dekat dengan Terminal Bandongan. Kalau dari arah kota, Terminal Bandongan belok kanan, udah deh, tinggal lempeng. Nanti Pasarnya ada disebelah kiri jalan.
Pasar Kebon Watu Gede dibuka setiap hari Minggu Legi dan Pahing saja. Jadi segera lihat kalender. Hehehehe,,,, tapi kalender jawa ya, jangan kalender Inggris, dipastikan tidak ada Jawanya. :-D
Di Pasar Kebon Watu Gede tidak dikenakan tiket masuk, sama halnya seperti di pasar-pasar kebon yang lainnya, Karetan di Kendal, Papringan di Semarang, atau Kaki langit di Mangunan Yogyakarta. Hanya biaya untuk parkir saja.
Nah, Parkir ini yang kayaknya mesti diperhatikan, soalnya lahan parkir di Pasar kebon Watu Gede cukup sempit. Untuk mengeluarkan motor cukup susah. Hampir tidak ada space atau ruang dengan kendaraan disamping maupun dibelakangnya. Bisa lecet-lecet kendaraannya.
Benar-benar menjadi tugas yang berat bagi penjaga Parkir, dikit-dikit “paaak…ini motor saya nggak bisa keluar”. Walhasil mengantri cukup lama hanya untuk ngeluarin motor.
Namun, secara keseluruhan saya menikmatinya, dan saya nggak kapok untuk kesana lagi. Soalnya masih ada sisa Benggol, tidak bisa buat bayar selain di Pasar Watu Gede. Hehehehe
Video Pasar Kebon Watu Gede, Bandongan, Magelang. Tonton deh biar ada gambarannya
Menularkan semangat kepada saya, Jogja – Magelang saya tempuh di pagi itu, tepatnya menuju ke Pasar Kebon Watu Gede.
Jalan masih cukup lengang, kecepatan motor saya-pun terpampang di speedometer pada angka sekitar 80-90 km/jam.
Cukup dengan waktu sekitar 45 menit, saya sampai di Pusat Kota Magelang. Tapi sayang, pagi itu Alun-alun ditutup, entah ada acara apa, sepertinya Car Free Day, karena pas hari Minggu.
Saya-pun berhenti di depan sebuah bangunan tua bersejarah, bertuliskan “Kweek school Voor”. Menunggu blogger kece, evazahra.com. Sebenarnya rencana main ke Pasar WatuGede emang sudah kami direncanakan 2 minggu sebelumnya.
Selang beberapa menit, Blogger kece itu-pun datang. Berangkatlah kita, melewati jalan yang cukup curam berlandaskan cor-coran. Perlu ekstra ke-hati-hatian, jalan menuju Pasar Watu Gede-nya juga cukup menanjak dan berkelok.
Perjalanannya asyik, jalanan naik turun, harus fokus. Meski jalan butuh fokus yang tinggi, tetap mata saya tidak bisa fokus. Lah gimana mau fokus, lha wong disajikan udara persawahan yang sejuk sekaligus Gunung yang mencerahkan pandangan mata saya.
Tapi, ternyata Blogger kece Magelang tersebut juga baru sekali ini. Sungguh terlalu! Hahaha… Makanya, untuk sampai di lokasi kami mesti melakukan aktivitas dengan warga dipinggir jalan, yakni dengan GPS (Gunakan Penduduk Sekitar).
Alhamdulillah, saat itu cuma sekali bertanya. Oh ya, kita sudah menggunakan GPS miliknya Eyang Google, tapi ngacau. Soalnya tidak terdeteksi secara benar, entah karena Hape yang jadul, atau emang sinyalnya, atau kayaknya sih Gmaps belum pernah main ke Pasar Watu Gede kali ya? Hehehee….
Silahkan Baca : 3 Ruangan yang bikin Merinding di Museum Jenderal Soedirman, Magelang
Arahnya ya, kalau dari arah Magelang Kota, Terminal Bandongan belok ke kanan. Setelah itu tinggal lempeng saja. Pasarnya ada dipinggir jalan raya kok. Bukan pasarnya dink, tapi parkirannya. Disitulah, Kami-pun memarkirkan sepeda motor. Saat keluar dari Parkiran, saya langsung dibuat takjub.
Untuk menuju Lokasi, kami harus berjalan sekitar 500 meter, ditengah pematang sawah. Panas tapi tidak terasa panasnya Sinar Matahari. Itu dikarenakan, tepian jalan banyak ornamennya, dengan ditanami bunga-bunga segar, gubug-gubug kecil untuk istirahat. Serta yang dicari oleh pecinta selfie adalah adanya spot-spot foto selfie yang sengaja dibuat. Ada yang bentuk rumah, sayap burung, atau sebatas gardu pandang dengan background pohon pisang.
Cukup bisa mengalihkan pikiran dari keluhan akan terik panas sinar Matahari. Setelah melewati terowongan bambu, saya berhenti, menatap kearah sebelah kanan, kearah jam 2. Sebuah Gunung dengan gagahnya, seakan menyapa dengan senyuman, sambil berbisik ditelinga saya. “Ayoo Yog, aku sudah berpose, keluarin kameranya.. “. Hehee…
Tanpa mikir lama, saya foto itu Gunung sebagai kenang-kenangan. Ternyata posenya ciyamix juga. Nah dibawah ini merupakan foto gunung yang saya abadikan.
Tukar Uangmu, dengan Benggol
Pertama kali yang harus dilakukan saat sampai di Pasar Kebon Watu Gede adalah foto di depan pintu masuk. Hehe, atau ditempat selfie yang sudah disediakan. Baru kemudian menukarkan Uang rupiah, dengan mata uang yang sah di Pasar Watu Gede, yakni Benggol. Terbuat dari kayu bertuliskan, “Pasar Kebon Watu Gede”. Seperti foto dibawah ini
Satu keping Benggol nilainya Rp 2.000. Nih ya, saya kasih saran, kalau kamu irit dalam hal makan alias gampang kenyang, tukarkan 20-30 ribu saja. Soalnya kemaren saya menukarkan 30 ribu, masih sisa cukup banyak. Sudah terlihat tho, kalau saya kurang doyan makan.
Sebenarnya bukan itu, tapi makanannya itu mengenyangkan semua. Kebanyakan dari singkong dan sejenisnya. Jadi, kalau yang lagi berusaha diet makan, sebaiknya jangan kesini, bisa jadi akan sia-sia usaha keras diet makanmu. Pokoknya sungguh menggoda. Hehehe
Apa sih yang ada di Pasar Kebon Watu Gede?
Ada banyak kuliner tradisional yang bisa disantap dengan harga kisaran 1-5 benggol saja. Jajanan yang mungkin sudah jarang bisa ditemukan, dan mata saya-pun langsung tertuju pada makanan bersantan, “putri mandi” namanya. Terbuat dari Singkong dengan santan sebagai campurannya. Rasanya bener-bener enak tenan Cah!
Putrinya berbentuk bulat sebesar bola bekel, dapat 2 butir, yang kemudian diceburkan dalam kolam santan. Kolamnya sendiri terbuat dari daun pisang yang dipincuk. Bukan dengan menggunakan mangkok atau piring. Karena namanya saya jadi penasaran. Rasanya sendiri, enak, manis, dan gurih karena bercampur santan. Kalau tidak percaya bisa dicoba sendiri deh!
Pokoknya jajanannya enak-enak, disana saya mencicipi tadi itu Putri Mandi, terus getuk pelangi, pecel, jus jambu, dan lainnya. Bahkan sampai saya kenyang, benggol belum habis. Ya, akhirnya saya bawa pulang, untuk di pakai diminggu yang selanjutnya.
Pengelolaan Pasar Watu Gede Magelang yang Profesional dan Tertata
Oh ya, ini bagian yang penting, sehingga bisa menjadi pembelajaran yang penting, bagi daerah-daerah yang berencana membuat Pasar yang serupa. Dari segi pengelolaan sangatlah vital. Di Pasar Watu Gede ini, saya dibuat kagum, dan “kereennn” (yang terucap dimulut), dengan sistem pengelolaannya.
Semua sudah ada teamnya masing-masing, misal dibagian penukaran Mata Uangnya itu sudah tertata, dan tidak hanya satu orang. Kemudian dibagian pedagangnya, seragam semua, memakai kebaya dan memakai jarit batik.
Silahkan Baca : Rafting Alias Arung Jeram Di Sungai Elo, Rasakan Sensasinya
Dari segi makanan juga enak, seperti ada kualifikasi sendiri untuk makanan yang dicanangkan pengelola untuk para pedagang, yakni kualitas rasa kudu dipertahankan. Tapi yang jelas, enak-enak. Jadi siapkan lambung cadangan saja jika akan berkunjung ke Pasar Kebon Watu Gede. Hehehe..
Bukan hanya itu, pedagang bener-bener fokus berdagang, jika ada gelas atau piring yang butuh dicuci, akan ada bagian sendiri yang mengambil dan kemudian diserahkan pada team pencuci. Setelah dicuci diantarkan kembali ke pedagangnya. Begitu terus selama pasar berlangsung.
Ada banyak tenaga yang diserap, sehingga kerja jadi semakin ringan serta tertata.
Lokasinya Pasar Kebon Watu Gede dimana?
Lokasi Pasar kebon Watu Gede tidaklah sulit untuk dicapai, masih ditepi jalan raya juga. Diatas juga sudah sempat saya bahas. Lokasinya berada di Desa Sidorejo, Bandongan, Magelang, Jawa Tengah. Cukup dekat dengan Terminal Bandongan. Kalau dari arah kota, Terminal Bandongan belok kanan, udah deh, tinggal lempeng. Nanti Pasarnya ada disebelah kiri jalan.
Pasar Kebon Watu Gede dibuka setiap hari Minggu Legi dan Pahing saja. Jadi segera lihat kalender. Hehehehe,,,, tapi kalender jawa ya, jangan kalender Inggris, dipastikan tidak ada Jawanya. :-D
Di Pasar Kebon Watu Gede tidak dikenakan tiket masuk, sama halnya seperti di pasar-pasar kebon yang lainnya, Karetan di Kendal, Papringan di Semarang, atau Kaki langit di Mangunan Yogyakarta. Hanya biaya untuk parkir saja.
Nah, Parkir ini yang kayaknya mesti diperhatikan, soalnya lahan parkir di Pasar kebon Watu Gede cukup sempit. Untuk mengeluarkan motor cukup susah. Hampir tidak ada space atau ruang dengan kendaraan disamping maupun dibelakangnya. Bisa lecet-lecet kendaraannya.
Benar-benar menjadi tugas yang berat bagi penjaga Parkir, dikit-dikit “paaak…ini motor saya nggak bisa keluar”. Walhasil mengantri cukup lama hanya untuk ngeluarin motor.
Namun, secara keseluruhan saya menikmatinya, dan saya nggak kapok untuk kesana lagi. Soalnya masih ada sisa Benggol, tidak bisa buat bayar selain di Pasar Watu Gede. Hehehehe
Video Pasar Kebon Watu Gede, Bandongan, Magelang. Tonton deh biar ada gambarannya
Oleh Yogi Permana
Doa kami, Semoga rezeki berlimpah untuk sobat semua hari ini. Aamiin