Dimensi Paripurna Pribadi Nabi Muhammad saw (Part 3)
Ketika seseorang begitu takut dan gemetar menghadap beliau, beliau menenangkan orang itu sambil me-ngingat jasa ibunya: “Aku tidak lain adalah anak seorang wanita suku Quraisy yang memakan dendeng.” Sebagai penghormatan kepada orang lain, beliau mengulurkan tangan terlebih dahulu untuk bersalaman. Beliau menoleh dengan seluruh ba-dannya, menunjuk dengan seluruh jarinya, dan tidak terlihat meluruskan kaki sambil duduk di tengah sahabat-nya. Beliau memanggil mereka dengan panggilan mesra atau panggilan peng-hormatan, yakni dengan kunyah (kata yang didahului oleh “Abu” atau “Umnu”).
Beliau tidak pernah memotong pembicaraan seseorang. Dan, kalau menegur, tidak menyebut nama yang ditegurnya. “Mengapa ada yang mela-kukan ini dan itu,” begitu ucapnya. Ketika salah seorang “keluar angin” di pesta makan, dan setelah itu shalat segera akan dimulai, beliau tidak berkata: “yang keluar angin silakan berwudhu.” Beliau cukup mengatakan: “siapa yang makan daging unta, hen-daklah dia berwudhu.” Namun sab-danya ini disalahpahami oleh ulama yang tidak mengetahui latar belakang-nya sehingga menduga bahwa makan daging unta membatalkan wudhu. Padahal tidak demikian.
Kesadaran beliau akan tidak hidup untuk duniawi sungguh menon-jol. Unta beliau dikenal sangat laju, tidak terkejar oleh unta lain. Tapi suatu ketika unta itu terkalahkan. Para sahabat pun kecewa sehingga beliau mengingatkan: “Telah menjadi kete-tapan Tuhan, tidak sesuatupun yang ditinggikan-Nya, kecuali suatu ketika ia akan turun dari ketinggian itu.” Demikian sekelumit kepriba-dian Nabi Muhammad saw yang tak pernah habis untuk diuraikan. Semoga shalawat dan salam Ilahi tercurah kepada beliau, keluarganya serta para sahabatnya.
Oleh: Imam Puji Hartono
BACA JUGA :
BACA JUGA :