Dimensi Paripurna Pribadi Nabi Muhammad saw (Part 1)
Sesungguhnya terdapat dalam diri Rasullah saw suri teladan yang baik bagi kamu (yaitu) bagi siapa yang mengharap (rahmat) Allah dan (kebahagiaan) hari akhir dan banyak menyebut Allah (QS. 33:21).
Ayat ini ditujukan kepada seluruh manusia. Ini berarti bahwa semua orang dapat menemukan pada diri Nabi Muhammad saw “ketelada-nan” yang dapat mengantar mereka memperoleh rahmat Ilahi serta keba-hagiaan ukhrawi. Abbas al-Aqqad dalam buku-nya Abraqiyyat Muhammad mengemu-kakan bahwa ada empat tipe dan kecenderungan manusia, yaitu ilmu-wan, seniman, pekerja, dan yang tekun beribadah. Pada umumnya, bila kepri-badiannya telah menonjol dalam satu aspek atau salah satu kecenderungan ini, biasanya manusia tidak lagi menonjol dalam tipe dan kecende-rungan yang lain. Kalaupun yang lain ada, peringkatnya jauh di bawah penonjolan yang pertama itu.
Ini berbeda dengan Nabi Muhammad saw yang mencapai puncak dalam keempat kecenderungan manusia tersebut. Dari sini, wajar jika beliau dijadikan Allah sebagai teladan bagi seluruh manusia. Prestasi yang dicapai Nabi itu merupakan berkat penanganan Allah secara langsung terhadap beliau. “Allah mendidikku, maka sungguh baik pen-didikan (terhadap)-ku”. Mahaguru beliau adalah malaikat Jibril dan materi pengajarannya adalah al-Quran. Begitu bunyi QS. 53:5. jadi, wajar jika A’isyah menegaskan, “budi pekerti beliau adalah al-Quran.” Ayah, suami, anak, negarawan, pemimpin masyarakat atau militer, semuanya dapat menimba keteladanan dari sumber yang tidak pernah kering itu. Berikut kita paparkan sekilas potret kepribadian beliau, sebagaimana ditu-turkan oleh mereka yang secara lang-sung pernah melihatnya. Jika berbicara, Nabi sering mengigigit-gigit bibirnya, menggeleng-kan atau menganggukkan kepala, memukul-mukul telapak tangan kiri dengan jari telunjuknya. Agaknya ini pertanda beliau memikirkan apa yang diucapkan sebelum terucapkan, karena beliau yakin: Tiada satu ucapanpun yang diucapakan, kecuali ada didekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir (mencatatnya) (QS. 50:18). Ucapannya jelas, tiada kata yang “dikunyah” sehingga tidak terdengar, juga tiada yang tak bermanfaat. Pilihan kata-katanya sangat tepat. Lantaran ini, bahkan beliau dianugerahi “Jawâmi’ al-Kalim”, yakni kemampuan menyusun kalimat sarat makna. Sering ucapannya diulangi tiga kali. Bukan hanya dialeknya yang sering disesuaikan dengan mitranya, tetapi juga kandungan percakapannya. Kalimat paling buruk dari ucapan beliau adalah: “Semoga dahinya ter-kena dari seorang yang berobat dan ingin dijatuhi sanksi.
Oleh: Imam Puji Hartono
BACA JUGA :
BACA JUGA :